Budidaya Rumput Laut Gerakan Roda Ekonomi Masyarakat

0
654
views

Sumenep – Rumput laut sebagai unggulan sektor kelautan dan perikanan memegang peranan penting bagi perputaran ekonomi masyarakat. Seperti di Sumenep Jawa Timur, yakni di Desa Tanjung, Pagar Batu, dan Lobuk, permata hijau ini menyumbang pendapatan hingga Rp3.406,986 Miliyar/tahun.

Nilai fantastis tersebut dihasilkan oleh 15 kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) dengan pemanfaatan lahan seluas 5.600 km2. Adapun jenis rumput laut yang dibudidayakan sebagian besar adalah Eucheuma cottonii karena harganya tergolong tinggi.

Per kilogram rumput laut dihargai Rp5.000-6.000/kg untuk kondisi basah, Rp17.000/kg kering asin, dan Rp23.000/kg kering tawar. Namun permintaan tertinggi justru saat rumput laut masih basah di mana produksinya bisa mencapai 200.411 ton/tahun.

Saat ini, penjualan rumput laut masih mengandalkan pengepul untuk selanjutnya disalurkan ke pabrik-pabrik di berbagai kota. Diantaranya Sumenep, Pasuruan, Banyuwangi, Surabaya, dan Bali. “Kalau pabrik besar seperti yang di Bali mintanya basah karena punya quality control sendiri ditangani sendiri,” kata Ida Dwi Suryani Penyuluh Perikanan.

Ida menambahkan, rumput laut cottonii di ketiga desa tersebut umumnya dibudidayakan menggunakan metode rakit apung atau disebut sebagai ancak. Rakit dipilih karena dianggap paling sesuai dengan kondisi dasar perairan di sana yang berbatu dan berlumpur. Metode inipun telah jamak digunakan sejak tahun 1998 dan dilakukan secara turun temurun.

Dengan rakit, lokasi budidaya juga dapat disesuaikan dengan pasang surut air laut. Ketika pasang rakit akan diposisikan dekat ke darat, namun saat surut ditarik jauh mengikuti dalamnya laut. Cara ini untuk menjaga rakit agar tidak terbawa gelombang besar yang dapat menimbulkan kerugian.

Untuk memindah-mindahkan rakit, pembudidaya kerapkali membutuhkan tenaga tambahan baik dari sesama anggota kelompok maupun bukan. Mereka diberi upah Rp30.000 per pekerjaan yang dilakukan. Aktivitas inipun memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat setempat.

Rakit sendiri berbentuk persegi panjang dan dibuat dari bambu dengan ukuran panjang lebar 9mx10m. Bagian dalamnya dibagi lagi menjadi 4 bagian, lalu setiap sudutnya diikat kuat menggunakan tali nilon. Kemudian rakit diberi jangkar atau pemberat agar tidak terbawa arus.

Pada bambu itulah membentang tali ris yang berisi ikatan-ikatan bibit rumput laut. Jumlahnya bisa mencapai 80 ris dengan total bibit sekitar 200 kg atau 2 kuintal. Dalam kurun waktu 32 hari pemeliharaan, rumput laut siap dipanen.

“Satu pembudidaya minimal punya 4 ancak, ada yg sampai 25. Kalau panen bagus 1 ancak bisa 3 kali lipat menghasilkan 600kg atau 6 kuintal,” kata Ida antusias.

Artinya, dalam sekali panen pembudidaya dengan kepemilikan minimal 4 ancak bisa meraup omzet belasan juta rupiah. Jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit dan menjanjikan untuk menunjang kehidupan.

Tingginya potensi budidaya rumput laut yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat didukung penuh oleh pemerintah pusat dan daerah agar semakin berkembang. Salah satunya, pelebaran dan perbaikan jalan berupa hotmix untuk memperlancar aktivitas usaha yang dijalankan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah menetapkan Desa Tanjung, Pagar Batu, dan Lobuk sebagai Kampung Budidaya Rumput Laut. Berbagai fasilitas disediakan mulai dari pendampingan usaha hingga permodalan melalui satuan kerja Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here