Pola Konsumsi Berubah, Pembudidaya Harus Kreatif

1
683
views

JAKARTA (14/7) – Pembudidaya ikan harus kreatif mengembangkan produk pangan ready to eat atau siap digoreng dan disantap saat sampai di tangan konsumen. Kreativitas ini menjadi solusi di masa pandemi Covid-19 yang berdampak pada sangat terbatasnya konsumsi ikan hidup.

Saran ini disampaikan Direktur Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) Syarif Syahrial saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya Menuju Poros Maritim Dunia. “Era sekarang, orang makan ikan yang siap digoreng. Mungkin bisa dikreasikan olahan lele, dibekukan, sehingga bisa dijual kapan pun. Pandemi mengajarkan kita perubahan pola konsumsi,” katanya, Selasa (13/7/2021).

Syahrial mengungkapkan pandemi Covid-19 berpengaruh besar terhadap pasar hasil budidaya ikan. Hal itu disebabkan banyak rumah makan yang tutup lebih awal atau bahkan tidak beroperasi akibat pandemi. “Misalnya warung pecel lele tutup lebih cepat. Dampak yang sama juga dialami pengolahan ikan di lokasi-lokasi wisata, karena kunjungan wisatawan turun drastis,” jelasnya.

Meski demikian, terkait materi FGD yang dipaparkannya berjudul Akses Pembiayaan bagi UMKM Budidaya Perikanan, Syahrial tetap membuka peluang kepada para pembudidaya ikan lele untuk mendapatkan permodalan. Prosedurnya adalah dengan menyiapkan proposal yang dibantu oleh tenaga pendamping dari Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tersebut.

Tenaga pendamping menjadi pembeda LPMUKP dengan lembaga permodalan lainnya. Keberadaan pendamping setidaknya mampu membantu para debitur atau calon debitur dalam merencanakan dan mengelola pinjaman dana bergulir. “Jangan sampai pembudidaya hanya tahu produksi, tapi tidak tahu pasarnya. Jangan sampai terjerat utang dari permodalan,” ujar Syahrial.

Saat ini, LPMUKP memiliki 236 tenaga pendamping yang tersebar di 357 Kabupaten/Kota. Pendampingan merupakan fitur utama lembaga pemerintah ini dalam memberikan layanan kepada masyarakat yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan.

Menuju Industri Lele

FGD melalui seminar daring diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (DPP Hipmikindo). Sasaran kegiatan agar SDM pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah petani budidaya lele senantiasa meningkatkan produksi dan Indonesia menjadi produsen terbesar di dunia.

Secara umum, tujuan diselenggarakannya FGD agar petani lele sebagai UMKM dapat meningkatkan daya saing dan omzet serta aset usaha, sekaligus mendorong Indonesia menjadi industri dan produsen lele terbesar di dunia.

Selain Direktur LPMUKP, juga hadir sebagai narasumber FGD Ketua DPP Hipmikindo Syahnan Phalipi, Ketua Komtap Bidang Perikanan IWAPI Jurika Fratiwi, dan Alan F. Koropitan sebagai Tenaga Ahli Utama dari Kantor Staf Presiden (KSP). Ketua DPP Hipmikindo membuka FGD mewakili Plt. Staf Ahli Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Kemaritiman Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Aris Darmansyah Edisaputra.

Dalam materinya, Syahnan Phalipi menyampaikan konsumsi dalam negeri ikan yang hampir 54,5 kg/kapita/tahun atau setara 14 juta ton per tahun. Semua didapat dari perikanan tangkap dan budidaya. “Ini potensi yang luar biasa untuk melaksanakan ekspor. Bagaimana kita mengusai ekspor lele dunia. Kita berharap bisa melakukan riset dan mengembangkan jenis lele unggulan,” katanya.

Senada dengannya, Ketua Komtap Bidang Perikanan IWAPI Jurika Fratiwi memaparkan hasil survei lembaganya yang mendapati permasalahan pembudidaya lele adalah pemasaran dan pakan yang mahal. “Harus ada program terpadu, mulai dari pembibitan, penggemukan/pembesaran, dan pangan olahan. Selama ketiga hal tersebut belum terpadu, mereka sulit berkembang, sehingga membutuhkan pendampingan,” katanya.

Sementara itu, menurut Alan F. Koropitan, masa depan perikanan Indonesia ada di budidaya, karena perikanan tangkap sudah stagnan. Ke depan, perlu disiapkan segala aspek dalam budidaya, seperti kolam, pakan, termasuk pembiayaan. “Kita di dunia nomor dua produsen ikan, tapi data FAO tidak memasukkan kita dalam 10 besar pengekspor perikanan dunia. Sekiranya budidaya lele memiliki permasalahan di lintas K/L, maka bisa disampaikan ke kami untuk mendorongnya,” kata Tenaga Ahli Utama KSP itu.

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke Harianto Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here