Waktu tempuh dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), bisa memakan waktu hingga berjam-jam. Belum lagi, terbatasnya jam operasional transportasi umum yang melayani rute sungai, acap kali mengharuskan orang menginap akibat ketinggalan speedboat.
Hal semacam itulah yang kini menjadi santapan sehari-hari Rachlan Firmansyah, jebolan Program DIV Jurusan Penyuluh Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Meski lahir di Cianjur, Jawa Barat, dan mengenyam bangku kuliah di ibukota, tak sedikitpun keraguan melakoni profesi sebagai pendamping dari Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) di Tanah Sumatera.
Rachlan, ayah dua anak ini, bertanggungjawab untuk Lokasi Layanan Pendampingan (LLP) Kabupaten Oki. Sejak Januari 2021, sentuhannya mulai dirasakan masyarakat setempat yang sebagian besar bermatapencaharian utama di sektor perikanan.
“Kegiatan usaha masyarakat di sana sudah bagus. Namun, terkadang masih ada pelaku usaha yang belum paham dalam mengadministrasikan keuangan, seperti kurang teliti membuat nota dan pembukuan,” kisahnya.
Ia memang belum lama berprofesi sebagai pendamping. Debitur yang dikawalnya pun baru dua pengusaha budidaya ikan air tawar. Tapi, mengingat beratnya medan di sana, sudah berbab-bab suka duka yang bisa dibaginya. Semisal, saat berkunjung ke wilayah Pesisir Simpang Tiga Makmur Kecamatan Tulung Selapan. Di wilayah yang belum tesentuh sinyal ponsel itu, ia pernah terlalu asyik mengajarkan debitur tentang administrasi keuangan. Hingga sore menjelang magrib. Jadilah ia ketinggalan speedboat.
Pernah pula lain waktu, aliran sungai yang akan dilalui dipenuhi eceng gondok. Speedboat yang ditumpanginya terjebak di kelindan tumbuhan rawa itu. Tak ada yang bisa diupayakan, putar balik dan terpaksa menginap. “Transportasi untuk ke desa-desa itu menggunakan speedboat. Itu ada jamnya sendiri,” jelas kelahiran 3 November 1992 itu.
Semua tantangan tidak membuatnya jera. Apalagi bila musim panen patin tiba. Patin dikonsumsi langsung oleh masyarakat di sana, diolah menjadi santapan lezat, seperti pindang yang kaya akan rempah atau diawetkan menjadi ikan asap. Kelezatan ikan yang dagingnya bertekstur lembut ini berbanding terbalik dengan kerasnya alam Sumsel.
Nikmat patin semakin klop dengan potensi alam di sana. Bak lecutan bagi Rachlan untuk terus bersemangat menyampaikan informasi kepada masyarakat terkait usaha kelautan dan perikanan. Tentu ia tak sendiri. Bersama petugas dari Dinas Perikanan dan Kelautan setempat, serta para penyuluh perikanan, Rachlan terus menyapa nelayan, pembudidaya hingga pengolah dan pemasar hasil perikanan.