Nelayan Butuh Lebih dari Sekadar Telaten

0
1106
views

Ambon – Gempa Ambon, 26 September 2019, masih menyisakan kisah bagi banyak warga di Provinsi Maluku. Tak terkecuali masyarakat yang mencari nafkah di sektor kelautan dan perikanan. Mereka terus berjuang untuk kembali pada kehidupan normal.

Bencana dua tahun silam itu membekas di ingatan Jonas Leonard Ririhatuela. Usahanya yang telah dirintis sejak 2014, porak poranda. Cukup lama ia tak bisa melaut, akibat kehabisan modal.

Leo, panggilan akrabnya, sedari dulu adalah pelaku usaha perikanan tangkap di Provinsi Maluku, tepatnya di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Profesinya sebagai nelayan dijalani dengan penuh ketelatenan. Hingga ia memiliki sebuah kapal yang cukup besar dengan diawaki sekitar 25 anak buah kapal (ABK).

Tapi, bencana alam membalikkan impiannya. Demikian pula teman-temannya yang menjadi ABK, setahun lebih mereka sempat berada dalam ketidakpastian usaha. Hingga pada pengujung 2020, pria 53 tahun itu berkenalan dengan seorang penyuluh perikanan yang mencoba membangkitkan kembali semangatnya.

Singkat cerita, Leo diyakinkan untuk mencoba mengajukan diri sebagai debitur ke Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP). Ada program dana bergulir yang dikelola badan layanan umum (BLU) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan itu yang dapat dipinjam agar usahanya tidak terhenti total.

Setelah melalui sejumlah tahapan dan memenuhi berbagai persyaratan, akhirnya pada November 2020, Leo memperoleh dana pinjaman. “Sangat senang,” ungkapnya saat dihubungi melalui telepon, Jumat (5/11/2021).

Segera, dana digunakan untuk memperbaiki kapal. Pinjaman juga ia gunakan untuk menambah jaring dan mengganti mesin lama yang sering mogok. ABK pun bertambah menjadi lebih dari 30 orang terlebih saat musim ikan.

Kini, Leo kembali melaut, kecuali sabtu malam ia tidak melaut sebab mempersiapkan diri untuk ibadah minggu. Dengan kapal baru yang bisa berlayar kencang dan lokasi penangkapan ikan tidak terlalu jauh, tak perlu menginap di lautan hanya untuk menjaring momar, komo, cakalang, lema, dan kawalinya. Hasil tangkapan kemudian dijual ke pasar. Ikan lema dan kawalinya tergolong mahal. “Sudah ada pembeli yang tunggu di pinggir pantai, disebut jibu-jibu,” katanya.

Jika hasil tangkapan berlebih, ia jual ke cold storage setempat atau bahkan kadang-kadang ke cold storage di Ambon. Leo berharap nantinya bisa memiliki cold storage sendiri untuk penyimpanan ikan. “Saya bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah karena ada perhatian ke nelayan-nelayan kecil di pelosok ini,” ungkapnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here