Nabire – Dari masyarakat yang tadinya biasa hidup berkebun, lalu beralih membudidaya ikan, tentunya bukan pekerjaan mudah. Apalagi, dihadapkan pada fakta tingginya harga pakan. Namun, mereka sendiri adalah masyarakat yang gemar makan ikan. Sebuah peluang tentu saja.
Jamaknya masyarakat di Nabire, dulu Melina Bobii (48) dan suami menjalankan aktivitas berkebun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Seingatnya, pada 2006, ia pernah bergabung dalam kelompok tani yang fokus menjual hasil kebun ke pasar.
Memang, pada umumnya, hasil pertanian dan perkebunan cukup melimpah di daerah leher burung Provinsi Papua ini. Ditambah lagi letak geografis Kabupaten Nabire yang sangat strategis. Berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Papua Barat, sehingga menjadi lalu lintas perdagangan dan transportasi laut maupun udara, antarpulau dan antarkabupaten. Kabupaten Nabire juga merupakan pintu gerbang bagi kegiatan mobilitas perdagangan dan pembangunan Kabupaten Puncak Jaya, Paniai, Waropen, Teluk Wondama, dan Yapen/Serui.
Namun, bila diperhatikan lebih jauh sosial ekonomi masyarakatnya, ada kekhasan tersendiri dari penduduk di daratan timur Indonesia itu. Mereka ternyata sangat suka mengonsumsi ikan. “Apalagi masyarakat di daerah pegunungan, sangat suka. Mereka mau bayar mahal, karena memang suka ikan,” cerita Melina melalui sambungan telepon, Jumat (5/11/2021).
Suatu hari, Melina mendapatkan tawaran sekaligus pendampingan dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat untuk membudidayakan ikan di daerahnya. Mendapat kesempatan tersebut, perempuan asli Nabire ini mulai melirik peluang dari usaha budidaya ikan air tawar. Sejak 2015, ia dan suami mengembangkan usaha budidaya ikan, sembari tetap berkebun tentunya.
Usaha budidaya ikan air tawarnya cukup berhasil, karena minat masyarakat setempat akan ikan memang tinggi. Di Kampung Wanggar Makmur, Distrik Wanggar, Melina membudidayakan berbagai jenis ikan, seperti nila, lele, dan ikan mas.
Soal pasar, ia sudah cukup berpengalaman oleh karena cukup lama menjual hasil kebun. Panen ikan ia bawa ke pasar. Tak sedikit pula warga, biasanya mama-mama Papua, langsung datang membeli. Unik cara mama-mama Papua ini dalam jual beli ikan. Selain dengan cara menimbang, ada juga yang lebih suka membeli pertumpukan ikan. “Ikan kita jual ke pasar itu pertumpuk, ada juga yang perkilo. Tapi orang-orang biasa beli pertumpuk,” cerita Melina.
Satu tumpuk ikan bisa dihargai Rp150.000 sampai Rp300.000. Sedangkan untuk penjualan yang ditimbang biasanya antara Rp70.000 sampai Rp80.000 perkilogram. Relatif mahal bila dibandingkan dengan harga ikan air tawar kebanyakan di Pulau Jawa. Ternyata, itu disebabkan sulitnya pembudidaya ikan air tawar di sana mendapatkan pakan. Kadang sampai Rp500.000 perkarung. Bandingkan dengan harga pakan ikan di Pulau Jawa yang hanya di kisaran seratusan ribu rupiah.
Namun, hal tersebut tidak lantas menyurutkan semangat Melina untuk terus menjalankan usaha budidayanya. Apalagi, semenjak ia menjadi debitur perorangan dari Lembaga Pengelola Modal Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020. “Apapun tantangannya, kami terus berjuang dan berusaha. Kami jaga kepercayaan yang diberikan, agar kami terus bisa mengembangkan bidang perikanan di Nabire,” pungkasnya.