Sumbawa – Selain emas, mutiara terus menjadi incaran bagi sejumlah penggemar khususnya para wanita. Batu keras yang biasanya berwarna putih ini biasa digunakan untuk pemanis anting, gelang, kalung, maupun aksesoris lainnya. Bahkan untuk memenuhi tingginya permintaan, kini mutiara banyak di budidayakan.
Di Desa Pulau Kaung Kecamatan Buer, Sumbawa, NTB, tiram mutiara (pinctada maxima) menjadi komoditas unggulan yang didorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk terus dibudidayakan. Nilai ekonominya yang tinggi, diharapkan dapat menjadi penyumbang pendapatan bagi masyarakat.
Di luas lahan pemanfaatan 100 ha, sebanyak 15 Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) kini membudidayakan tiram mutiara di sela aktivitasnya menangkap ikan di laut. Adapun untuk proses budidaya yang dilakukan secara langsung oleh masyarakat hanyalah proses pembesaran anakan, yaitu dari benih tiram muda dalam bentuk lembaran kolektor atau jaring yang berisi 300-500 ekor kerang.
“Budidaya tiram mutiara dilakukan melalui empat tahapan proses, yaitu pemijahan induk, perawatan larva, pembesaran anakan, serta produksi mutiara. Di Pulau Kaung sendiri hanya dilakukan proses pembesaran anakan karena masih terkendalanya sarana untuk mendukung kegiatan pembudidayaan,” tutur Andi Mala Rangeng Penyuluh Perikanan Sumbawa.
Proses pembesaran tiram mutiara terbilang tidak rumit, hanya dengan dikaitkan pada pocket yang berbentuk kawat besi persegi lalu ditenggelamkan ke laut, tiram sudah bisa tumbuh. Tiram anakan dibudidayakan pada kedalaman 20-30 m dengan kondisi gelombang air yang tenang. Adapun untuk memastikan tiram tumbuh baik, setiap bulan dilakukan pengecekan terhadap pocket.
“Setelah ditanam, pembudidaya setiap bulan melakukan penggantian pocket. Untuk menjaga kebersihan pocket dan memastikan tiram terhindar dari hama yang menempel seperti kerang, keong, dan hewan laut lainnya karena bisa mengganggu pertumbuhan tiram bahkan menyebabkan kematian,” jelas Andi.
Pembesaran tiram mutiara sendiri membutuhkan waktu 5-7 bulan dalam satu siklus. Dengan periode tersebut ukurannya bisa mencapai 5-7 cm dan siap dijual. Tiram mutiara biasa dijual berdasarkan ukuran diameternya dengan harga jual mencapai Rp2.000 – Rp3.000 per centimeter.
“Untuk penjualan, para pembudidaya menjual ke penadah di wilayah pulau Lombok. Biasanya pembeli datang langsung bawa kapal yang telah ada pocketnya sehingga sirkulasi air untuk tiram tetap terjaga karena tiram mutiara dijual dalam kondisi hidup,” tutup Andi.
Ke depan, pembudidaya Sumbawa menjadi fokus KKP untuk mengembangkan komoditas tiram mutiara. Tak hanya melalui pendampingan budidaya, KKP juga mendorong melalui berbagai lini demi berkembangnya usaha budidaya. Seperti melalui edukasi dan juga akses permodalan dari Lembaga Pengelola modal usaha Kelautan dan Perikanan.