Usaha baku pengolahan ikan seperti surimi ternyata dapat membantu perekonomian masyarakat di perbatasan. Hal tersebut dirasakan oleh Ahmadi yang sukses melakoni bisnisnya selama hampir 11 tahun. Surimi sendiri merupakan ikan yang dilembutkan yang dapat dibuat berbagai macam bentuk makanan.
Awalnya, Ahmadi merupakan seorang pekerja di perusahaan negeri Jiran, Malaysia. Ia belajar bagaimana cara mengolah ikan menjadi bahan baku setengah jadi yang dapat dijadikan berbagai bentuk makanan seperti abon, tempe, hingga bakso ikan.
Kebetulan, Ayah dari dua anak ini tinggal di kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara yang merupakan perbatasan dengan Malaysia. Ahmadi memulai usahanya setelah memutuskan untuk berhenti di perusahaan asal Malaysia tersebut sejak tahun 2010 hingga saat ini. Ia melihat peluang pasar yang besar di wilayahnya karena belum ada yang menjual bahan baku ikan tersebut.
“Membuka usaha surimi ini potensi kelautan perikanannya cukup menjanjikan. Melihat dari Malaysia olahan surimi ini membooming disana,” ujarnya dalam sesi wawancara RRI beberapa waktu lalu.
Ahmadi bercerita, bermodal hanya Rp 4 hingga 5 juta saja dan mesin penggiling seharga Rp 60 juta. Selain itu, Ia juga mendapat bantuan dari dinas Kelautan dan Perikanan berupa pelatihan-pelatihan untuk pengolahan ikan. Namun, dari modal Rp 4-5 juta tersebut usahanya dapat meraup untung sekitar 30 persen.
“Produksinya cepat, ikan dicuci diambil dagingnya saja. Bisa berbagai jenis ikan, tapi saya ambil ikan tenggiri, tuna, dan bulan-bulan. Pertama daging di filet manual lalu di haluskan pakai mesin,” jelasnya.
Pemilihan jenis ikan seperti tenggiri, tuna, dan bulan-bulan pun dilakukan berdasarkan besarnya permintaan di wilayah tersebut. Harga jual tenggiri paling tinggi yaitu Rp 55 ribu per kilogram, untuk tuna seharga Rp 50 ribu per kilogram, dan bulan-bulan seharga Rp 35 ribu per kilogram.
Sebelumnya, Ahmadi sempat kerjasama dengan perusahaan tempatnya bekerja dulu yaitu Malaysia. Namun, sejak 2017 seiring dengan perubahan strategi bisnis perusahan tersebut dirinya hanya menjual di wilayahnya saja yaitu kabupaten Nunukan. “Kita untuk produksi Nunukan per sekali produksi 150-200 kilo. Kebanyakan pembeli ibu rumah tangga,” imbuhnya.
Ahmadi mengungkapkan, jika ada masyarakat yang berminat untuk mencoba usaha ini yaitu kualitas jenis ikan harus segar, dan mengutamakan kenyamanan konsumen. Dirinya sendiri pun melakukan strategi jemput bola dan mengantar langsung ke konsumen.
“Alhamdulilah selama ini ngga ada kendala bahan baku. Kendala seperti bahan baku kurang yang minta banyak atau sebaliknya. Solusinya cari teman dan rekanan,” pungkasnya.