KKP Tingkatkan Budidaya Rumput Laut di Sumba Timur

0
2114
views

Sumba Timur – Untuk terus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya bidang kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus meningkatkan pelaksanaan program kampung budidaya. Salah satunya, penetapan Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai kampung budidaya rumput laut.

Menurut Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sumba Timur Markus K. Windi, hamparan rumput laut tersebar diberbagai wilayah, namun potensi terbesar berada di Kecamatan Pahunga Lodu. Dari 5.169 hektare luas wilayah yang potensial untuk budidaya, baru tergarap 376 hektare dengan produksi 23.675 ton. Ke depan, budidaya rumput laut akan dikembangkan bersama KKP dengan memanfaatkan 1000 hektare lahan yang telah disiapkan.

Rumput laut merupakan komoditas unggulan di Sumba Timur, terutama Eucheuma Cottonii jenis Sakul. Secara fisik, jenis ini mempunyai tubuh yang rimbun dengan percabangan yang banyak. Biasanya, Cottonii Sakul berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan talus yang tidak begitu besar. Talus (thallus) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan bagian tumbuhan yang masih belum dapat dibedakan antara akar, batang, dan daun.

Salah satu aspek penting dalam budidaya rumput laut adalah bibit. Bibit yang bagus akan menghasilkan rumput laut yang produktif dan tahan dari penyakit. Saat ini, Sumba Timur membutuhkan bibit baru hasil kultur jaringan. Hal ini diungkapkan Agustinus Hanggar salah satu penyuluh perikanan. “Bibit rumput laut yang ada di Sumba Timur sudah berumur 12 tahun. Kami butuh bibit dari kultur jaringan agar lebih tahan dari penyakit,” katanya.

Kultur jaringan merupakan satu diantara beberapa teknik rekayasa perbanyakan bibit rumput laut dengan cara pengambilan jaringan dari induk rumput laut unggul untuk dilakukan pembesaran di laboratorium guna menghasilkan bibit yang berkualitas. Bibit kultur jaringan dikembangkan oleh Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL), sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Agus melanjutkan, sebagian besar pembudidaya rumput laut di Sumba Timur menggunakan metode budidaya lepas dasar (off-bottom method). Metode ini dilakukan dengan mengikatkan benih rumput laut di tali-tali di atas dasar perairan pada 10-50 cm dengan menggunakan tali yang diikat menggunakan pancang-pancang/patok kayu. Namun, ada juga pembudidaya yang menggunakan metode rawai (long line). Metode ini merupakan cara membudidayakan rumput laut di kolam air dekat permukaan perairan dengan menggunakan tali yang dibentangkan dari satu titik ke titik lainnya dalam bentuk lajur lepas atau terangkai dengan bantuan pelampung dan jangkar.

Selain bibit, sarana prasarana penunjang budidaya rumput laut sangat diperlukan para pembudidaya diantaranya tali, sterofoam untuk mengangkut bibit ataupun hasil panen, patok, dan tempat pengeringan hasil panen rumput laut.

“Saya membutuhkan modal untuk mengembangkan budidaya agar (rumput laut). Untuk beli bibit, tali, patok penyangganya. Patoknya saya beli, pakai kayu lamtoro,” ujar Titus Ully Para dari Kecamatan Wulla Waijelu yang telah 20 tahun lebih membudidayakan rumput laut.

Tak jauh berbeda, Yusuf Yabu Maundima dari Kecamatan Pahunga Lodu pembudidaya lain membutuhkan modal untuk membeli bibit dan menambah bentangan tali pengikat bibitnya untuk meningkatkan produksi budidaya rumput laut sehingga pendapatan meningkat.

Untuk memenuhi kebutuhan usaha bidang kelautan dan perikanan, Yusuf ataupun pelaku usaha dengan jenis usaha dan komoditas lainnya dapat memanfaatkan akses permodalan yang digulirkan KKP melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here