Dulu, Pak Jon membutuhkan waktu hingga tujuh tahun untuk bisa memiliki 10 kolam ikan patin. Berkat permodalan dana bergulir yang diterimanya pada 2018, cukup tiga tahun, 20 kolam berhasil dibangun.
Suharjono pensiun dari dinasnya di PLN pada tahun 2010. Mengisi hari tuanya, Pak Jon -panggilan akrab pria 56 tahun itu- memilih menjadi pembudidaya ikan patin. Ia memiliki tanah potensial untuk dijadikan kolam, dari kedangkalan airnya, pembuangan limbah sungai memenuhi persyaratan, serta sumber air yang banyak dan mudah.
Awalnya, Pak Jon hanya memiliki dua kolam. Dari situ, keuntungan tiap siklus dikumpulkan sedikit demi sedikit, hingga akhirnya betkembang jadi 10 kolam dalam jangka waktu tujuh tahun.
Terus ingin berkembang dan melihat pasar yang besar dari ikan patin, melalui Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan, Pak Jon mendapatkan rekomendasi untuk meminjam modal dari Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) dengan pendamping Bambang Kusnadi.
Semula, Ia tidak percaya ada tempat meminjam modal dengan bunga rendah dan pembayaran pokok persemester. “Eeh ternyata setelah melewati prosesnya ya memang ada, LPMUKP ini,” kata Pak Jon sambil tertawa.
Dengan bantuan pendamping, Ia membuat proposal, pengurusan ke notaris hingga saat pencairan. Pendampingan sejak 2018 itu Ia rasakan hingga sekarang. “Pendamping selalu memonitor usaha saya, memastikan usaha saya terus berjalan,” katanya.
Bantuan permodalan dan pendampingan dari LPMUKP itu berbuah manis. Belum genap tiga tahun, 20 kolam sudah beroperasi meningkatkan omzet dari penjualan. “Ke depan, saya ingin menambah kolam lagi untuk pembesaran ikan patin, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan,” cita-citanya.
Langkah menuju cita-cita itu tetap Ia perjuangkan di masa Pandemi Covid-19 ini. Pak Jon tengah menjajaki kerjasama dengan sebuah PT di Lampung Selatan sebagai pembeli hasil kolamnya. Kerjasama yang efektif dimulai Agustus 2021 ini, merupakan angin segar di masa pandemi. Pemilihan ikan patin untuk PT pasti harus berkualitas baik. “Kualitas daging maupun rasa menjadi prioritas dalam pembelian,” ujar Pak Jon yang sudah mengantongi sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dari Dinas Kelautan dan Perikanan.
Guna memenuhi quality control, beberapa cara dilakukan. Dimulai dari pembibitan dengan dua tahap, yakni dimulai pembesaran bibit hingga 1,5 inch menjelang dua bulan. Dilanjutkan tahap kedua memisah bibit di dua kolam agar dapat berkembang dengan baik dan cepat.
Pakan yang digunakan merupakan kombinasi dari pabrik dan mandiri. Hal ini dikarenakan, sumber pakan di kampung sangat melimpah, dari padi, jagung hingga ikan asin. Produksi jauh lebih murah dan perkembangan ikan patin lebih cepat.
Pak Jon mengakui pada awal pandemi ada penurunan penjualan drastis, hanya 30% yang dapat dipasarkan dengan harga jatuh pula. Solusinya adalah menekankan biaya operasional dengan mengurangi budidaya populasi sesuai permintaan pasar. “Harga pakan jadi bisa ditekan,” katanya.