Bogor – Usaha budidaya kerap identik dengan ikan konsumsi. Namun, kegiatan mengumpulkan indukan ikan hias yang akan dikawinkan supaya bisa diambil anakannya untuk dijual, adalah juga budidaya. Usaha yang berkembang, biasanya karena ada dorongan hobi ini, disebut aquaculture.
“Awal pandemi ikan hias booming sekali, harga naik karena permintaan banyak,” aku Amran Efendi (46). Ia ingin menekankan pasar ikan hias tidak terganggu secara signifikan, sekalipun ada pandemi global yang berdampak pada berbagai bidang. Permintaan yang tetap tinggi lebih dikarenakan pasar ikan hias adalah para pehobi yang relatif mapan secara ekonomi.
Dihubungi melalui telepon, Rabu (24/11/2021), warga Ciseeng Kabupaten Bogor ini berkisah tentang masa suram ketika mencoba beternak ayam di tahun 2004. Berjalan sekitar empat tahun, usahanya tumbang. Lalu, bermodalkan ijazah S1 Ekonomi, lulusan Universitas Islam Bandung ini sempat bekerja di kantor konsultan.
Dua tahun ia lalui hidup sebagai orang kantoran. Namun, boleh jadi lingkungan tempat tinggalnya memberi pengaruh yang lebih kuat. Betapa tidak, Bogor adalah salah satu kabupaten yang ditetapkan menjadi kawasan minapolitan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Amran sangat akrab dengan wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi, mulai dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran, pelayanan jasa dan kegiatan pendukung perikanan lainnya.
“Budidaya ikan ini menarik, sepanjang menjalankan usaha, kita bisa fleksibel mengatur waktu, juga minimal 55 persen itu udah pasti bisa return,” katanya memberi alasan mengapa pada tahun 2010 ia akhirnya banting stir dan memilih budidaya ikan sebagai usahanya.
Ia mendirikan CV Sahabat Ikan Indonesia, yang mulanya menjalankan usaha budidaya ikan konsumsi dan hias. Perlahan tapi pasti, melihat potensi pasar ikan hias, aquaculture mulai lebih diseriusi. Ragam ikan hias, seperti ikan mas koki, koi, cupang dan lain sebagainya ia kembangbiakkan.
Dibanding ikan konsumsi, ikan hias memiliki kelebihan dari sisi harga. Mulai dari ribuan, hingga jutaan rupiah. Itu tergantung motif, bentuk, bobot, dan jenis ikan hiasnya. “Kita jual satuan kalau untuk ikan hias. Harganya mulai dari yang selebar rokok itu Rp5.000. Beda jenis beda juga harganya, terus semakin besar ukuran, semakin mahal juga harganya,” jelasnya.
Kini Amran merangkul para petani di wilayah Ciseeng, Parung Bogor dan sekitarnya untuk bersama-sama memanfaatkan cantiknya peluang bisnis budidaya ikan hias. Untuk terus mengembangkan usaha yang dijalankannya, Amran tak luput memanfaatkan dukungan pemerintah dalam mengakses permodalan. Terlebih, hingga kini ia sudah merasakan kemudahan menjalankan bisnis dengan dukungan permodalan dana bergulir dan pendampingan dari Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP). “ Saya ajak masyarakat untuk ikut bergabung. Selama mereka punya lahan atau punya garapan ikan, silakan kita sama-sama kembangkan,” ujarnya.
Terlebih, bicara ketahanan bisnis ikan hias, seperti yang diungkapkan Amran di awal kisahnya, pandemi sekalipun tak seberapa berpengaruh. Ternyata, ketika pemerintah menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat guna mencegah penyebaran Covid-19, justru para pehobi banyak berburu ikan hias untuk menemani mereka di rumah menjalani work from home.