Maluku Tengah – Kepiting bakau memiliki peran besar dalam mendongkrak pendapatan. Di Desa Kobisonta, sedikitnya 5 ton kepiting bakau bisa dihasilkan serta mampu menyumbang lebih dari Rp500 juta per bulan pada perekonomian masyarakat.
Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan sumber keragaman hayati yang habitat aslinya ada di dalam hutan mangrove dan berkembang pada kawasan pesisir. Termasuk dalam golongan krustasea, hewan ini memiliki nilai protein yang tinggi, mulai dari vitamin B, vitamin E, fosfor, yodium, dan kandungan bermanfaat lainnya.
Saat ini untuk memperoleh benih yang akan dibesarkan, kepiting dari alam masih menjadi andalan. Kepiting ditangkap di area hutan mangrove dengan menggunakan perangkap berukuran kotak dan berbahan besi. Pada proses penangkapannya, agar kepiting mau mendekat dan masuk, di dalam perangkap juga dipasang umpan berupa ikan-ikan berukuran kecil.
Agar ketersedian benihnya di alam terus ada, Kementerian Kelautan dan Perikanan turut mengatur pengelolaan kepiting bakau sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Lebih lanjut, peraturan tersebut mengatur tentang syarat kepiting yang boleh ditangkap dan diperdagangkan, yaitu kepiting yang tidak dalam kondisi bertelur serta ukuran lebar karapasnya lebih dari 12 cm.
Usai ditangkap dari alam selanjutnya kepiting dipindahkan ke media tambak air payau sebagai media pembesaran. Hal ini dilakukan karena laju pertumbuhan kepiting ada pada salinitis atau kadar garam 10-15 ppt. Kepiting bakau sendiri bersifat euryhaline atau toleran terhadap kisaran salinitas yang luas, yaitu antara 0-35 ppt.
Proses pembesaran kepiting seiring waktu juga turut menunjukan kemajuan. Dari sebelumnya yang hanya memanfaatkan media kolam tanah, kini kurungan atau crab house pada tambak banyak digunakan pembudidaya untuk meningkatkan produktivitas budidayanya.
“Pembesaran kepiting bakau sebaiknya dilakukan dalam kurungan secara inividu. Hal ini karena jika dipelihara bersama kepiting lain sangat rawan terjadi kanibal saat kepiting lainnya molting atau ganti kulit,” jelas Risky Ismawan Penyuluh Perikanan Kabupaten Maluku Tengah.
Lebih lanjut Risky mengatakan untuk memberikan wadah organisasi, pertukaran informasi serta akses pasar, pembudaya selanjutnya dibentuk menjadi kelompok. Hingga kini, usaha pembesaran kepiting telah dijalankan oleh 135 orang pembudidaya yang tergabung dalam 5 Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan).
“Harga jual kepiting rata-rata Rp150 ribu per kilogram. Biasanya, para pengepul datang langsung ke pembudidaya untuk membeli. Karena di sini kabupaten, jadi kebanyakan kepiting dibawa dulu ke Jakarta oleh pengepul untuk selanjutnya di ekspor,” tambah Risky.
Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan Desa Kobisonta Kecamatan Seram Utara Timur Seti menjadi kampung budidaya dengan komoditas utama kepiting. Berbagai bentuk dukungan disalurkan oleh KKP termasuk kesempatan untuk mengakses modal usaha yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) guna mengembangkan usaha.