Dari TKI Hingga Budidayakan Lobster Dalam Negeri

0
774
views

Lombok Timur – Menjadi komoditas unggulan ekspor, lobster merupakan produk andalan budidaya yang dipilih masyarakat. Seperti di Desa Jerowaru, belasan ton lobster mampu diproduksi oleh 314 Rumah Tangga Perikanan (RTP) setiap tahunnya.

Usaha pembesaran lobster telah digeluti oleh masyarakat Jerowaru sejak akhir tahun 90-an. Siapa sangka, awalnya profesi mereka hanya nelayan kecil atau menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Namun, menyadari keuntungan dari membesarkan lobster, usaha itu pun kini menjadi mata pencaharian utama.

“Sebelumnya pernah menjadi nelayan, tapi hasilnya gitu-gitu aja. Lalu coba budidaya lobster, alhamdulilah sampai saat ini masih terus dijalankan bahkan bisa membiayai anak kuliah sampai lulus,” ungkap Mashur pembudidaya di Jerowaru.

Senada dengan Mashur, diakui Rahmatullah keputusan untuk kembali ke Jerowaru dipilihnya jauh lebih menguntungkan. Pasalnya usai pergi merantau selama delapan tahun di Negeri Jiran, kini Ia bisa menjalankan usaha sekaligus kembali dekat dengan keluarganya tercinta.

“Di Malaysia kerja bertahun-tahun saya tidak dapat apa-apa. Setelah kembali ke Jerowaru, besarkan lobster alhamdulilah bisa sekolahkan anak, bangun rumah, dan beli kendaraan juga,” tutur Rahmatullah.

Mengenai benih yang digunakan, pembudidaya menangkapnya langsung dari alam. Benih lobster ditangkap dengan cara memasang juntaian karung plastik atau karung semen yang diikat di keramba. Selanjutnya Benih Bening Lobster (BBL) akan menempel pada alat tersebut dan siap untuk dibesarkan.

Memanfaatkan potensi lahan seluas 643 hektare, lobster dibesarkan dengan menggunakan media Keramba Jaring Apung (KJA). Alasan sederhana pembudidaya memilih KJA diantaranya adalah sirkulasi air yang tetap terjaga karena langsung dari laut, serta praktisnya proses panen dan pembersihan jaring selama proses pembesaran.

Adapun lobster yang dibesarkan diantaranya jenis pasir dan mutiara. Cara untuk membedakan keduanya pun cukup mudah. Lobster pasir memiliki warna tubuh yang lebih gelap dan terdapat bintik putih memanjang sampai pangkal ekor. Sementara lobster mutiara memiliki punggung bercorak biru kehijau-hijauan serta cokelat kemerah merahan. Lalu umumnya terdapat bintik-bintik besar dan kecil berwarna kuning terang pada lobster jenis mutiara.

Untuk pakan yang digunakan untuk pembesaran keduanya sama, yaitu pakan organik yang didapatkan dari hasil tangkapan nelayan. Ada ikan rucah, keong sawah, bekicot, bulu babi, dan sebagainya. Harganya pun terbilang murah, yaitu berkisar Rp2.000-5.000/kg.

Setelah melalui proses pembesaran selama 7-8 bulan, lobster siap untuk dipanen dan dijual ke berbagai kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Lobster mutiara dijual dengan harga lebih tinggi dibanding jenis lobster lain. Lobster mutiara biasanya dijual dengan harga Rp600 ribu/kg. Bahkan jika beratnya lebih 1 kg per ekor harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. Sementara untuk lobster pasir dibanderol dengan harga Rp300-500 ribu/kg.

Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan Desa Jerowaru menjadi kampung budidaya dengan komoditas utama lobster. Untuk mendukung hal tersebut, berbagai bentuk dukungan disalurkan oleh KKP termasuk pendampingan usaha dan kesempatan untuk mengakses modal usaha yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here