Sleman – Siapa sangka, kegiatan yang tadinya sebatas hobi, justru menjadi jalan masa depan. Pun bagi Suharyanto dan sejumlah rekannya di Kabupaten Sleman. Tak percuma belasan tahun mereka hobi memelihara ikan, kini beragam jenis peliharaan menjadi penopang hidup keluarga masing-masing.
Suharyanto adalah koordinator pada Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Ngupoyo Mino Sleman. Ia menggeluti budidaya ikan sejak 2009. Bermula dari ikan lele, bawal, nila, dan gurami yang dipelihara di kolam-kolam rumahan.
Meski latar belakang pendidikannya S1 Pendidikan Sejarah, bahkan sempat berprofesi sebagai politikus, ternyata hobi jualah yang menjadi jalan hidupnya kini. “Kuncinya senang, ulet, dan tekun,” ucap Suharyanto bersemangat mengungkapkan resepnya dalam menjalankan usaha.
Titik balik perjalanan hidupnya ketika Pokdakan Ngupoyo Mino mulai berkenalan dengan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha (BLU LPMUKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2017. Pencairan pertama sebesar Rp500 juta diterima oleh lima pemanfaat. Para anggota pokdakan memanfaatkan dana seefisien mungkin untuk rehabilitasi kolam masing-masing, membeli benih, dan stok pelet.
“Untuk pinjaman pertama sekarang sudah hampir lunas, hanya tersisa dua kali angsuran,” cerita pria yang tinggal di Berbah ini, Rabu (21/4/2021), melalui sambungan telepon seluler.
Dari kolam rumahan, areal yang mereka kelola berkembang menjadi dua hektare lebih. Paling luas adalah kolam yang dibangun di atas tanah milik kas desa. Sebenarnya, tanah tersebut milik keraton atau disebut Sultan Ground. Tanah keraton itu disewa selama 20 tahun dengan sistem pembayaran pertahun.
Satu hal yang membuatnya bangga, meski di tengah pandemi Covid-19, anggota Pokdakan Ngupoyo Mino tidak pernah mengambil kesempatan memundurkan waktu pembayaran yang ditawarkan. Itu berkat mereka mampu menjalankan usaha dengan baik. Bahkan, usaha mereka kini merambah ke jenis komoditas baru, ikan patin.
“Alhamdulillah ketemu kenalan dua pengepul. Ada yang tiga hari sekali ambil dua rit. Satu rit sekitar 600 kg. Ada yang tiga sampai lima hari ambil dua rit yang 300 kg. Sekarang panennya masih dua atau tiga bulan. Target ke depan tiap bulan bisa panen,” tuturnya.
Tahun ini, Ngupoyo Mino melakukan top up pinjaman. Tercatat 12 pemanfaat atas dana Rp1 miliar. Dana digunakan terutama untuk menjaga ketersediaan pakan tetap, karena kunci budidaya terletak pada pakan.
“Saya sudah dari 2009 berkelompok. Jadi untuk pengguna dana dari LPMUKP ini benar-benar diseleksi, baik dalam berkelompok dan tertib pembayaran. Ini kan pinjaman, amanah harus dipegang,” tegas pria berusia 49 tahun tersebut.
Kalaupun ada dana tambahan yang dikeluarkan, maka dibicarakan lewat musyawarah. Dulu, saat awal-awal menerima dana LPMUKP, Ngupoyo Mino menggunakan sistem garansi. Enam orang pertama yang menjadi anggota inti, menjamin beberapa orang dibawahnya. Mereka masing-masing bertanggungjawab memastikan anggotanya menggunakan dana dengan baik dan benar sesuai tujuan.
Tips Budidaya Patin
Ikan patin merupakan jenis ikan yang saat ini menjadi fokus Ngupoyo Mino, karena permintaannya terus meningkat. Kunci keberhasilan budidaya patin adalah membuat pakan secara mandiri dari bahan-bahan alternatif, seperti roti kadaluarsa, limbah kepala ikan, gasing (undur-undur laut), dan ayam. Untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut, bekerjasama dengan berbagai pihak, misalnya distributor makanan dan pedagang di pasar.
Bahan-bahan yang mengandung protein hewani tersebut dicampur dengan bahan-bahan yang mengandung protein nabati. Beberapa diantaranya adalah gaplek dan bekatul halus. Bahan ini dibeli secara borongan kepada penjual dari berbagai daerah, seperti Wonogiri, Boyolali, Karawang, dan Gunungkidul. Sistem borongan ini bertujuan agar biaya yang dikeluarkan bisa lebih hemat.
Ngupoyo Mino sengaja membuat pakan sendiri setiap hari karena patin tergolong ikan yang rakus. Jika membeli pakan, tentu akan menambah biaya modal. Selain itu, pakan yang dibeli terkadang tidak sesuai dengan label komposisi.