Nelayan adalah profesi lain di sektor perikanan dan kelautan yang dilakukan oleh perseorangan yang kerap dianggap sebagai lahan beresiko tinggi bagi institusi keuangan seperti perbankan
Alhasil, tak mudah lagi para nelayan, pembudidaya, petani garam, dan pengolah hasil perikanan atau kelautan dan masyaraklat pelaku usaha di pesisir untuk mendapat akses permodalan.
Padahal, di satu sisi, permodalan ini bisa menjadi harapan bagi merejka untuk mengembangkan usaha dan memperbaiki taraf hidup.
Berangkat dari fakta ini, pemerintah pun berupaya mengalirkan akses permodalan sehingga terjangkau oleh tangan para nelayan dan teman seperjuangan lainnya.
Setelah menyalurkan akses permodalan sehingga lebih dari Rp 300 miliar sejak dibentuk pada November 2017 hingga akhir 2018. Badan Layanan Umuym Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU – LPMUKP) berniat untuk bisa menyalurkan permodalan senilai Rp1 triliun kepada sedikitnya 40.000 pelaku usaha kecil di bidang kelautan dan perikanan pada tahun ini.
Bantuanb ini disalurkan dengan bunga 3% untuk penyaluran langsung ke kelompok pembudi daya atau nelayan dan maksimal 7% untuk penyaluran melalui perbankan dan institusi keuangan lainnya.
Direktur BLU-LPMUKP Syarif Syahrial menyebutkan, sejak berdiri hingga saat ini, pihaknya telah menyakurkan total Rp428 miliar permodalan kepada sekitar 20.000 orang pelaku usaha kecil di bidang perikanan dan kelautan serta masyarakat pesisir dengan rata-rata penyaluran sebesar Rp23 juta per orang yang disalurkan melalui kelompok pembudi daya atau kelompok nelayan.
“sebenarnya kami bisa menengah, bisa besar, tetapi kami fokus kepada yang mikro di Rp50 juta (per orang). Kenyataan, kami masih di bawah Rp50 juta,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurut Syarif, nominal penyaluran per orang ini diputuskan berdasarkan rekomendasi dari para pendamping yang memang disediakan untuk memberi bimbingan terkait keuangan dana manajemennya ke para pelaku usaha kecil di bidang perikanan dna kelautan ini.
Sejauh ini, para pelaku budi daya menjadi kalangan dengan akumulasi nominal pinjaman yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan dan pelaku usaha lain kendati jumlah peminjamannya tidka terlalu besar.
Jumlah peminjam terbesar berasal dari kalangan nelayan, tetapi dengan nominal pinjamna yang lebih kecil. “karena pembudi daya aktivitasnya lebih capital intensif ya,” tambahnya.
Kendati demikian, menurutnya, ke depan, nominal pinjaman yang disalurkan kepada para nelayan juga akan bergerak naik. Pasalnya, permodalan yang didapat tidak hanya akan digunakan untuk menutupi kebutuhan operasional, tetapi juga investasi seperti untuk pembelian kapal dan mesin.
Seperti diketahui, nelayan kecil pada umumnya berlayar menggunakan kapal berukuran di bawah 5 gros ton (GT) yang jarak jelajahnya tidak begitu jauh dari bibir pantai.
Dahulu, para nelayan ini disebut merasa kesulitan untuk mendapatkan tangkapan. Namun, upaya pemerintah menghalau kapal asing dan melarang pemanfaatan alat tangkap tidak ramah lingkungan disebut telah mulai menampakkan hasil sehingga para nelayan kecil saat ini sudah bisa mendapat tangkapan dengan jumlah mencukupi, bahkan terlebih meskipun tidak berlayar penuh.
TENAGA PENDAMPING
Pada kuartal 1/2019, BLU-LPMUKP menargetkan penyaluran modal kerja sebesar Rp100 miliar atau 10% dari target sepanjang tahun.
Menurut Syarif, target yang kecil ini lantaran masih terbatasnya jumlah Pendamping. Saat ini, pihaknya pun tengah mengupayakan perbanyakan tenaga pendamping kompeten hingga akhir April 2019.
Di samping tenaga pendamping, pihaknya juga menjalim kerja sama dengan penyedia layanan teknologi finansial PT Fintagera Homido Indonesia. Kerja sama tersebut pun tengah dalam masa percobaan yang dilakukan di tiga wilayah, yakni Meulaboh, Lamongan, dan Alor.
Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan bisa memperluas jangkauan penyaluran bantuan permodalan hingga ke pelosok negeri, khususnya daerah dengan jumlah penduduk tinggi, tetapi minim akses finansial. “Setelah kami eksekusi mungkin bulan Mei berlarinya.”
Tenaga pendamping ini diharapkan membuat manajemen keuangan nelayan dan ketepatan pembayaran modal kerja ini bisa lebih baik.
Hal ini pun terbukti dari kecilnya masalah pengembalian oleh penerima bantuan dalam penyaluran permodalan kerja oleh BLU LPMUKP sepanjang 2018. Diakui Syarif, pada kuartal 1 tahun, terjadi sedikit kendala dalam pengembalian modal oleh para penerima bantuan.
Namun, hal ini lebih kepada efek dari gangguan seperti tsunami di beberapa tempat seperti Lampung dan Pandeglang. Kendati demikian, para penerima bantuan permodalan di kedua daerah ini, kata Syarif, tetap berusaha untuk melakukan pembayaran.
“Force majeure rata-rata, tetapi jumlahnya kurang dari 1%, tapi kalua macet belum ada. Rata-rata karakternya bagus kok. Walaupun agak batuk tetap dia bayar. Ada usaha. Misalnya bunganya dia bayar,”jelasnya.
Dengan segala upaya ini, diharapkan ke depan tingkat kepercayaan perbankan untuk menyalurkan kredit kepad apara nelayan dan pelaku usaha kecil lainnya di bidang perikanan dan kelautan bisa lebih baik.
Dengan tingkat kepercayaan yang lebih baik ini, diahrapkan akses permodalan para nelayan pun bisa lebih luas. Dengan demikian, usaha para nelayan bisa berkembang dan tingkat kesejahteraannya pun bisa lebih baik.
“Kalau di KUR kan layanan pendampingnya enggak ada, kalau di BLU selain meminjamkan juga pendampingan supaya nanti ketika dia sudah lepas dari kita dia bisa akses kredit komersil ya. Intinya kalau dia sudah ready, [beralih ke] KUR tidak apa-apa,” pungkasnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perkenomian Darmin Nasution pun mendorong penyalur kredit usaha rakyat (KUR) kepad ausaha mikro kecil menengah (UMKM) yang menjadi penyumbang terbesar terhadap pereknomian nasional hingga 60% dari produk domestik bruto (PDB)
Namun, potensi UMKM untuk bisa berkembang masih terbatas lantaran rendahnya akses terhadap pembiayaan sehingga usahanya terkendala modal. Salah satu yang berdampak adalah produksi garam rakyat. Untuk itu, pemerintah pun menyalurkan KUR dengan skema khusus.
“Sejumlah kemudahan disertakan dalam KUR khusus ini antara lain suku bunga rendah, hanya 7% per tahun serta mekanisme yarnen [bayar setelah panen] atau sesuai dnegan satu siklus usaha,” ujarnya seperti dikutip dari situs Kementerian Perekonomian.
Pulau Madura pun dipilih sebagai lokasi utama untuk penyaluran KUR garam rakyat. Pasalnya, daerah ini merupakan penghasil garam dapur terbesar di Indonesia.
Ke depan, akses permodalan bagi UMKM diharapkan makin mudah sehingga pelaku usaha kecil bisa berkembang.
Tenaga pendamping juga dibutuhkan terutama dalam penyaluran bantuan permodalan hingga ke pelosok negeri , khususnya daerah dengan jumlah penduduk tinggi, tetapi minim akses finansial. Oleh karena itu, nelayan dan profesi lain di sektor perikanan dan kelautan tidak lagi dianggap berisiko tinggi bagi institusi keuangan seperti perbankan.
–Juli Etha R Manalu
Bisnis Indonesia